Definisi Guru yang dikutip di laman wikipedia berarti seorang pengajar suatu ilmu yang memiliki semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Hari guru yang diperingati setiap 25 november semoga dapat dijadikan momen evaluasi dan penggerak agar bangsa ini bisa mencapai cita-cita luhurnya. Bertebarnya ucapan selamat di setiap media sosial mengingatkan betapa jasa profesi ini luhur dan bisa menginspirasi.
Beberapa sosok "guru" coba kita kemukakan disini;
1. Tino Sidin
Sosok yang melegenda terutama bagi generasi 1980-an, menghiasasi program televisi berupa belajar menggambar. Pada momen hari guru 25 november 2020 ini fotonya menghiasi laman google search engine. Uniknya, pak Tino mulai mendalami ilmu menggambar di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta pada tahun 1961, yang sebelumnya dilakukan dengan cara otodidak.
Di Kota Pelajar Yogjakarta, kariernya sebagai guru gambar melesat dan karena kepiawaiannya dalam menggambar, Pak Tino diminta mengisi acara Gemar Menggambar di TVRI Yogyakarta pada 1976 sampai 1978. Lalu 10 tahun kemudian, acara tv yang dibawakannya diambil alih TVRI pusat di Jakarta,sehingga jangkauan acara itu meluas ke banyak wilayah Indonesia.
Hal menarik saat tampil adalah dengan sikap ramah dan selalu memuji apapun hasil gambar yang dikirimkan ke studio TVRI. Kehangatan beliau memberikan dorongan dan membangkitkan minat dan gairah serta keberanian menggambar kepada mereka dengan suatu sistem dan contoh. Baginya menggambar dapat merangsang imajinasi dan kreativitas, juga bisa menjadi penyaluran emosi bagi anak-anak.
Beberapa karya beliau menjadi koleksi di Taman Pak Tino Sidin yang berlokasi di kediamannya Yogyakarta. Di lokasi ini pengunjung bisa belajar menggambar mengikuti instruksi menggambar Pak Tino Sidin yang biasa beliau bawakan di masa lalu, seolah-olah mereka sedang berinteraksi dengan Pak Tino Sidin secara langsung.
2. KH Rahmat Abdullah
Sosok yang lekat pada generasi tahun 1990an, khususnya bagi yang berkecimpung didunia kerohanian Islam. Beliau adalah murid K.H. Abdullah Syafi’i yang lahir di Jakarta pada 3 Juli 1953. Kedua orangtuanya asli Betawi, tapi ia selalu menolak memakai kata itu. Baginya Betawi berbau kolonial, maka ia lebih memilih Jayakarta. Saat usianya baru 11, bapaknya meninggal dunia
Sosoknya yang lembut namun memiliki kata-kata yang kuat akan introspeksi dalam upaya penyadaran pentingnya berdakwah. Tulisan-tulisannya, meski tak banyak, tapi tegas menyampaikan satu pokok pikiran: bahwa berbual-bual dan cakap pengetahuan tak cukup jika tidak ditopang keyakinan yang kokoh. Baginya seorang pendakwah agar tetap kuat saat diterpa ujian, diuji dengan kesusahan, penderitaan bahkan diuji oleh Allah dengan kenikmatan.
Kehidupannya diwarnai kesibukan yang luar biasa: mengajar, memberi taujih pada acara kepartaian, ceramah di sejumlah stasiun radio dan televisi, mengisi seminar keislaman di berbagai daerah dan luar negeri, melakukan lobi politik dengan berbagai kalangan, dan menulis artikel di sejumlah media cetak.
Share Artikel: